Rabu, 02 Mei 2012

Totti, Loyalitas, dan Nasionalisme





Francesco Totti adalah sebuah gambaran loyalitas.  Totti kecil mungkin hanya bisa bermimpi menjadi seorang pesepakbola ketika melihat idolanya Giuseppe Giannini memimpin kesebelasan AS Roma di lapangan. Mengawali karir sebagai pesepakbola ditahun 1992 dengan kesebelasan yang sama dengan idolanya. Sampai  dua puluh tahun kemudian, seorang Francesco Totti menjadi kapten kesebelasan, pangeran, dan simbol kota Roma. Mencetak dua gol ke gawang Cessena 21 Januari yang lalu merupakan gol ke 211-nya di liga Italia. Sebuah rekor gol terbanyak seorang pemain untuk satu klub di Italia. Sempat membawa AS Roma merasakan berbagai macam gelar sampai mengantar Italia juara dunia, Totti sudah melebihi pencapaian idolanya sendiri.

“Karena saya tumbuh untuk menjadi pemain Roma dan saya akan bermain sampai mati di Roma.”  Ucap Totti dalam sebuah wawancara di dalam sebuah acara televisi Italia pada tahun 2007. Loyalitas yang diberikan Totti merupakan pilihan. Bisa saja dia menuju klub yang lebih besar sekelas Real Madrid pada tahun 2007 untuk meraih lebih banyak gelar juara, fasilitas, dan uang. Namun dia memilih untuk tetap di Roma, mewujudkan cita-cita menjadikan klub kota kelahirannya nomor satu di dunia. Walaupun Roma belum menjadi yang terbaik, ia percaya yang telah diperjuangkan bisa menjadikan inspirasi yang nantinya menjadi aksi bahwa menjadikan sebuah loyalitas merupakan salah satu kesuksesan terbesar.

Totti bisa menjadi contoh sebuah loyalitas dalam berbagai hal. Nasionalisme bisa jadi. Keinginan memberikan sebuah perubahan. Di Indonesia menjadi seorang yang loyal merupakan hal yang cukup sulit. Melihat negara yang setiap harinya selalu muncul berita kekacauan mengenai berbagai hal dalam negeri. Seorang pemuda di Indonesia pasti sering merasa iri dengan kemajuan yang dialami banyak negara lainnya. Bahkan Malaysia yang dianggap negara yang mencuri banyak kebudayaan di Indonesia harus diakui sudah lebih mapan dibanding Indonesia. Indonesia yang masih sibuk dengan masalah-masalah dalam negerinya. Konspirasi, korupsi, kolusi, dan berbagai manipulasi informasi terjadi sehari-hari.

Beruntung ternyata generasi muda saat ini banyak mengadakan gerakan perubahan untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik. Selain itu kritikan tentang kebijakan–kebijakan pemerintah tidak hanya diberikan seorang ahli atau pengamat politik, tapi juga banyak dilakukan mahasiswa. Dari kritikan kecil melalui sindiran–sindiran dari banyak acara televisi sampai gerakan ekstrim yang dilakukan Sondang Hutagalung.  Aksi bakar diri  yang seperti menggambarkan “bagaimana lagi memberikan teguran kepada petinggi negara ini?” bila tidak didasari sebuah loyalitas besar yang kemudian menjadi sebuah ke-nasionalisme-an, tidak mungkin Sondang sampai nekat memilih kematian.
Francesco Totti mungkin tidak sampai seekstrim Sondang. Namun keduanya sama–sama melahirkan pijakan untuk sebuah perubahan dalam konteksnya masing–masing. Menjadi sebuah inspirasi. Memberikan stimulus ke banyak orang bahwa sebuah loyalitas bisa menjadi salah satu kekuatan besar. Kekuatan yang persuasif. Terutama kekuatan yang terus membawa semangat perubahan ke arah yang lebih baru dan lebih baik bagi masa depan banyak orang.

As Safa Prasodjo / 08120110049
tugas tajuk rencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar