Rabu, 05 Maret 2014

Beberapa oknum manusia suka memonopoli Surga.
Memang kamu siapa?
Developer di Surga?
























digerutukan oleh safa saat keselek makan bengbeng dan diberitahu itu sebab belum baca doa. Karena kalo belum baca doa nggak bisa masuk Surga. Katanya gitu.

Rabu, 19 Februari 2014

Mikir

If we think only of ourselves, forget about other people, then our minds occupy very small area. Inside that small area, even tiny problem appears very big. But the moment you develop a sense of concern for others, you realize that, just like ourselves, they also want happiness; they also want satisfaction. When you have this sense of concern, your mind automatically widens. At this point, your own problems, even big problems, will not be so significant. The result? Big increase in peace of mind. So, if you think only of yourself, only your own happiness, the result is actually less happiness. You get more anxiety, more fear.

-Dalai Lama-

Sabtu, 08 Februari 2014

Kebencian Abadi di Kota Abadi

Persaingan ketat, rivalitas dan mempunyai musuh bebuyutan adalah hal biasa yang terjadi di dunia sepakbola. Misalkan di La Liga Spanyol. Persaingan antara Real Madrid dan Barcelona yang sangat panas hampir disetiap musimnya. Selalu terjadi duel sengit antara duo raksasa Spanyol ini. Bisa dilihat dari antusiasme pemain sebelum pertandingan hingga suporter yang bisa berbondong-bondong datang ke stadion. Tidak jarang pertandingan berakhir ricuh. Duel yang disebut juga El Classico ini bahkan terasa panasnya hingga seluruh penjuru dunia. Tidak heran rating and share dari pertandingan ini di TV sangat tinggi. Lalu di Inggris ada persaingan antara Manchester United dan Liverpool yang juga sudah melegenda. Persaingan saling sikut memperebutkan gelar juara atau sekedar gengsi masih akan selalu panas hingga saat ini.

Namun salah satu rivalitas terpanas dan mempunyai tensi paling tinggi justru berada di ibu kota Italia, Roma. Terdapat dua klub raksasa ibu kota yang sudah berpuluh-puluh tahun bersaing bahkan sangat kental aroma permusuhan, yaitu AS Roma dan Lazio. Terdengar sangat subjektif melihat saya adalah fans dari AS Roma, namun saya mencoba objektif untuk menyebut rivalitas kedua klub adalah rivalitas yang menggumkan. Banyak pertandingan derby atau persaingan klub besar yang sering saya saksikan, tapi tidak pernah sepanas pertandingan dan persaingan antara AS Roma dan Lazio yang juga disebut Derby della Capitale  atau derby ibu kota. Memang El Classico mempunyai "penggemar" yang besar dan persaingan yang ketat, tapi persaingan belum mampu menandingi kehebatan Derby della Capitale. Derby lainnya di Italia pun juga tidak ada yang semegah Derby della Capitale. Misalnya Derby della Madonina, Derby d'italia, atau Derby della Mole yang terasa masih lebih "bersahabat".

Anda tentu boleh mempunyai pendapat lain, tapi coba perhatikan beberapa hal yang akan saya coba ceritakan. Pertama latar belakang dari rivalitas ini tidak hanya soal sepakbola. Banyak unsur-unsur politik juga yang sering sengaja disampaikan dari pendukung-pendukung kedua klub. Para suporter di Kota Roma seakan memang memperlihatkan bahwa pertandingan derbi ibu kota ini tidak hanya sekekdar permainan. Klub AS Roma didirikan hasil penggabungan dari tiga tim. Roman, Alba-Audace dan Fortitudo, yang merupakan instruksi dari rezim fasis yang berkuasa dan diprakarsai oleh Italo Foschi. Pada masa itu Benito Mussolini memang sengaja menginginkan sebuah klub asal Roma yang kuat untuk menantang dominasi klub dari utara yang sangat perkasa seperti Juventus, AC Milan, Internazionale dan Torino. Namun ada satu klub yang menolak merger tersebut, tidak lain adalah Lazio. Hal ini juga merupakan pengaruh salah satu jendral fasis, Giorgio Varccaro. Dari sini dimulai persaingan antara kedua klub. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa AS Roma mewakili kaum buruh, karena mempunyai basis penggemar yang banyak di berbagai penjuru kota, sedangkan Lazio adalah representasi dari kaum borjuis, pendatang yang ingin menguasai Roma. Asumsi ini dibalas Lazio dengan menyebutkan bahwa mereka lebih dulu terbentuk dari AS Roma, maka Lazio lah yang berhak menguasai kota. Lazio didirikan tahun 1900 dan AS Roma baru didirikan 27 tahun setelahnya.  "Italia bukan lah negara bersatu seperti Amerika Serikat. Orang di sini lebih menganggap diri mereka sebagai Roman, atau Tuscan atau Sisilia dibanding Italia." jelas Franco Spicciarello penulis olahraga ternama di Kota Roma.


Sebenarnya pendukung kedua klub mempunyai kesamaan, yaitu membenci arogansi klub dari utara. Namun fakta bahwa AS Roma dan Lazio tetap tidak banyak meraih gelar dibandingkan klub raksasa utara menyempitkan pandangan kedua pendukung. Roministi dan Laziale semakin berpikir bahwa mereka setidaknya bisa menguasai Kota Roma yang malah meruncingkan persaingan kedua klub.  Rivalitas semakin terbentuk sampai menimbulkan kebencian yang melebih rasa cinta terhadap klubnya sendiri. Bisa dilihat ketika persaingan antara AS Roma dan Internazionale sedang sangat ketatnya dalam perebutan gelar juara, Laziale berulah dengan mencoba mengancam pemainnya sendiri saat pertandingan antara lazio dan Inter digelar. Spanduk seperti "Biarkan bolanya masuk Muslera (Penjaga gawang Lazio saat itu), maka kau akan tetap kami cintai!" lalu ada juga "Jangan kamu berani mencetak gol, Zarate! Atau akan kami paketkan ke Buenos Aires!" Jose Mourinho yang melatih Inter saat itu pun heran. "Tidak pernah saya melihat hal seperti ini," katanya. Hal seperti ini bahkan tak hanya sekali dilakukan oleh pendukung Lazio. Lalu juga beberapa kali Laziale bertindak rasis kepada pemain Roma yang kebetulan banyak diperkuat pemain Brazi berkulit hitam. Dari kubu romanisti juga beberapa kali melakukan ejekan yang sarkas kepada pemain Lazio, bahkan juga mantan pemain Lazio. Korbannya adalah Paulo Negro. Saat Roma berhasil merebut Scudetto pada tahun 2001, Roma hanya memimpin tipis diatas Juventus. Tentu hasil pertandingan derbi ibu kota saat itu sangat berpengaruh untuk kejayaan Roma saat itu. Kebetulan kemenangan 1-0 terjadi berkat gol bunuh diri bek Lazio, Paulo Negro. Nasib buruk bagi Negro saat sudah pindah membela Siena, Romanisti melakukan standing applause tepat saat Negro memasuki lapangan di pertandingan Roma melawan Siena. Sebuah ejekan yang akan selalu menjadi beban seumur hidup mungkin.

Para icon dari kedua klub juga banyak memberikan cerita seru saat Derby della Capitale berlangsung. Misalkan head to head antara Pangeran Roma, Francesco Totti dan kapten Lazio saat itu, Alessandro Nesta. Kedua pemain sempat beradu skill, dimana kepiawaian Nesta menjaga daerah pertahanan diimbangi dengan visi dan kemampuan Totti mengatur serangan, bahkan sempat terjadi tensi tinggi antara kedua pemain yang sama-sama memperkuat tim nasional Italia itu. Kemudian ada aksi pemboikotan pertandingan di Tahun 2003. Saat itu tiga pimpinan suporter turun ke lapangan untuk berbicara langsung kepada Totti. Terdengar oleh pemirsa di televisi kalau suporter akan membunuh para pemain jika pertandingan tidak dihentikan, alasannya ada anak kecil terbunuh di luar stadion akibat ulah polisi. Mendengar itu Totti berdiskusi dengan wasit dan pengurus pertandingan, yang berakhir dengan keputusan pertandingan harus ditunda. Ternyata setelah diusut berita anak kecil yang terbunuh hanya hoax dan akal-akalan beberapa suporter Roma untuk membalas perlakuan Polisi yang dianggap sewenang-wenang. Pernah juga disela pertandingan kedua suporter saling melempar mercon dan kembang api sampai memaksa pertandingan dihentikan sementara.  Kedua kapten tim saat itu, Paolo Di Canio dan Francesco Totti pun sampai harus berdamai sementara untuk menghampiri tribun suporter guna mengendalikan keadaan.


Banyak drama yang terjadi disetiap pertemuan Roma dan Lazio. Kali ini Roma datang dengan membawa tren bagus dibanding Lazio. Berada di posisi kedua dengan hanya sekali kalah dari pemimpin klasemen, Juventus, Roma mencoba memberikan permainan menyerang ala Rudi Garcia. Lazio juga kali ini sedang menanjak performanya setelah berpindah pelatih dari Vlad Petkovic ke Edy Reja. Drama apa yang akan tercipta di Derby della Capitale kali ini? Saya pasti akan selalu berharap Roma yang berjaya.

Minggu, 19 Januari 2014

Ke Entah Berantah

Halo. Permisi.
Gokil juga. Terakhir gue nulis blog April 2013, yang berarti udah sekitar 9 bulan yang lalu. 
Setara dengan durasi ibu mengandung. Kalo mengandungnya normal ya. Ya kalo nggak normal kan bisa lebih cepet gitu kan, atau malah lebih lama. Anaknya betah di dalem. Males ke dunia luar yang sudah hina ini. Banyak kejahatan dan korupsi. Somay pun sudah bukan ikan tenggiri. Daging sapi dipolitisasi. 

Oke. Maaf.
Fokus.

Dari judul blognya aja udah My Life Intermezzo. Mestinya nggak susah kan temanya. Ini entah gue nggak ada intermezzonya sama sekali akhir-akhir ini jadi gak bisa nulis atau hidup gue lagi intermezzo semua. Hahaha.
Kayanya sih alasannya ya emang lagi intermezzo semua hidup yang sedang gue jalani. cie gitu...

Disela intermezzo itu gue menemukan intermezzo lagi. Jadi semacam intermezzo-ception. Setelah sebelumnya gue share musiknya Dini Budiayu sama Paroeh Waktoe, sekarang gue nemu Bandaneira! Masih termasuk musik "ngamar" yang kaya gue bilang sebelumnya mungkin, tapi beda. Bandaneira ini lebih ceria. Kaya bangun pagi pas lagi camping. Seneng aja denger mereka ini.

Pertama kali gue tau Bandaneira itu dari soundcloud. Awalnya dari follow Rahne terus liat ada Rara Sekar yang akhirnya gue follow juga. Lalu gue bisa dibilang jatuh cinta pada pendengaran pertama. Suara si Rara ini enak banget. Ibarat coklat tuh Cadbury. Pas tau dia bikin Bandaneira fix lah gue ngefans.

Setelah gue cuma bisa menikmati Bandaneira dari soundcloud doang akhirnya bisa ketemu mereka dan liat mereka live perform di GFJA. Padahal waktu itu cuma tau bakal ada Float. Bisa dibilang jackpot! Hehe. Kalo liat langsung waktu itu sih lucu. Lucu yang kocak, kaya grogi. Karena disitu diliatin Float mungkin, atau emang gigs di GFJA tuh emang gokil. Hahaha. Padahal mereka udah keren banget dengan Bandaneria-nya itu. Nah, yang gue kaget sih pas tau si gitaris dan vokalis cowonya, Ananda Badudu, nggak seperti apa yang gue bayangkan kalo lagi dengerin Bandaneira. Gue pikir tongkrongannya kaya vokalisnya Dialog Dini Hari, yang brewok-brewok gimana. Nggak masalah sih. Intermezzo aja. Intermezzo di dalam intermezzo yang ternyata intermezzo juga. Oke silahkan minum panadol.

Bandaneira di GFJA
Terus baru sempet beli CDnya di Joy Land. Festival musik paling nyaman sih. Nyaman di kantong terutama, dan nggak penuh. Artisnya juga nggak ada batas sama penontonnya. Pas lagi nonton Dialog Dini Hari ada satu lagu yang malah Dadang, vokalisnya DDH request penontonnya nyanyi di depan kalo mau lanjut. Gue pengen banget nekat naik panggung tapi kurang di dorong aja sama temen gue, jadi keduluan. Alesan. tapi yah gimana.. Sedikit menyesal. cih.. Oh iya maap. Fokus. 

Karena Joy Land itu seperti yang gue bilang tadi, artis sama penontonnya nggak ada batas. Bisa membaur aja. Bisa aja tiba-tiba yang duduk sebelah lo tuh artis yang lagi nunggu giliran manggung. Suatu hari gue harus manggung disana juga. Biar bisa keren jalan-jalan keliling festival sok asik ngobrol sama orang terus tiba-tiba manggung. Ternyata artis. cie gitu... Akhirnya disana gue bisa sempet ngobrol dan minta tanda tangan Bandaneira. Mayan.

Gue dan Rara
Kalo diliat dari albumnya, Beberapa lagu Bandaneira udah bisa didenger di soundcloudnya. Tapi tetep puas sama isinya. Track pertamanya langsung dikasih lagu "alarm". Liriknya aja disuruh bangun. Judulnya Berjalan Lebih Jauh. Lagu ini sempet gue puter terus di soundcloud. Mungkin gue salah satu penyebab utama lagu ini keputer sampe puluhan ribu. Kalo gue disuruh rekomendasi lagu apa yang harus didenger di album ini ya semuanya. Semua lagunya enak. Seriusan! Kalo kata mereka genre musik yang dibawain tuh "Nelangsa Riang". Mungkin ada yang bilang Bandaneira ini bakal mirip-mirip Endah and Rhesa karena sama-sama duet akustikan, kalo kata gue sih beda. Bukannya salah satu ada yang lebih bagus tapi emang dua-duanya punya karakter. Halah sok pakar. Tapi bener, yang paling terasa itu ya sederhananya musik Bandaneira yang menyenangkan didenger ditambah duet suara Rara Sekar sama Ananda Badudu yang pas. Mereka kaya udah jodoh bisa duet nyanyi bareng gitu. Seperti sudah ditakdirkan berkolaborasi oleh Tuhan. Ibarat minuman tuh Kopi Susu kali ya. Eh jangan deh, ntar yang jadi kopi kesian. Fanta sama susu kali. Dimana Fanta dan Susu ini emang bisa diminum sendiri-sendiri dan tetep enak, tapi kalo digabungin, diaduk menjadi satu, bercampur, bersenyawa, dan kunfayakun! Jadi lah Soda Gembira! Nelangsa riang! Bandaneira! Asik ye analogi gue? Asikin lah.

Lalu dan kemudian, mereka juga kreatif memaksimalisasikan kesederhanaan musik Bandaneira. Misalnya di lagu Esok Pasti Jumpa. Humming sama impersonisasi terompet yang masuk ke kuping tuh sedap banget. Jadi sederhana yang super mahal. Kaya restoran padang. Terus lagu Senja di Jakarta yang "nelangsa riang" banget. Hujan di Mimpi yang bikin nerawang. Rindu, musikalisasi puisi yang sekali denger langsung nempel. Suara-suara xylophone yang menghipnotis. Semuanya enak lah. Mau dibahas satu-satu nanti jadi takut jadi berlebihan. Pokoknya semua enak. Suara Rara enak banget parah kacau gokil, jatuh cinta sama vibranya. Terus Ananda jago banget main gitarnya, pake nyanyi juga pula. Gue main gitar yang cuma genjreng sambil nyanyi aja masih kaget-kaget. Gokil lah. Beli gih CDnya. Bisa difollow juga twitternya @dibandaneira. Nilainya 9. Nice works! 

Terimakasih sudah membawa saya pergi ke entah berantah.
Dan kamu yang menemani saya berjalan lebih jauh.



:)