Minggu, 20 September 2015

Déjà vu Edin Dzeko

Edin Dzeko
Datangnya bomber asal bosnia ini memang melengkapi skuad Roma musim ini. Namun entah memang sengaja atau memang cara pandang saya dalam memahami skuad Roma berbeda dengan Rudi Garcia dan Sabatini? Hadirnya Dzeko hanya menambal sulam kepergian Destro, Doumbia, dan Borrielo. Betul sekali jika kualitas ketiga penyerang sebelumnya masih di bawah Dzeko, tapi jika Dzeko dianalogikan seperti  Bams Samsons yang terus – terusan dipaksa menyanyi dengan tenaga dan nada yang tinggi akhirnya di satu titik, pita suaranya pun cedera. Sekarang apa ada yang pernah mendengar Bams di tv lagi? Begitu juga Dzeko. Terlalu riskan menaruh beban gol disetiap pertandingan di satu orang saja.

Masih dini memang untuk mengkritisi kebijakan Rudi Garcia saat musim baru berjalan dua pertandingan saja. Tapi saya yakin tidak sedikit romanisti yang khawatir performa Roma hanya akan menjadi ejakulasi dini. Mau sampai kapan kita romanisti hanya akan bersorak sorai untuk posisi runner up?

Kekhawatiran saya berujung dengan membuka website asroma.it, melihat apa ada koleksi seorang Central Forward selain Dzeko. Ternyata nihil. Beralih ke situs transfermarkt.com lah saya menemukan satu orang rekrutan baru, Ezequel Ponce. Siapa Ponce? Remaja 18 tahun asal Argentina ini sepertinya hanya akan berakhir di Roma Primavera.

Francesco Totti akhirnya lah yang menjadi jawaban sementara. Mungkin di umurnya yang nyaris 40 tahun ini sudah beberapa kali fase yang dialaminya. Dari kebanggaan sebagai pemuda asli Roma yang menembus tim utama, kebahagiaan menjadi kapten kesebelasan, sampai tanggung jawab sebagai tumpuan utama disetiap musim. Sekarang jika di Trigoria ada orang yang berkata “Totti, kamu adalah tumpuan utama tim musim ini,” tentu raut mukanya akan berbeda dengan Totti sekitar 15 tahun lalu. “Gue lagi, gue lagi,” gerutunya sambil memegangi punggungnya yang mulai sering masuk angin.

Dzeko dan Pjanic
Namun musim ini Totti boleh duduk di bench dengan lebih tenang. Beban besarnya sudah mulai diringankan dengan hadirnya duo Bosnia, Pjanic dan Dzeko. Bayangkan saja tugas menjadi sumber kreatifitas, pemimpin, dan mesin gol seperti sudah biasa dialami Totti. Saya yakin, saat Anda diberi job desk rangkap dua saja pasti sudah misuh misuh minta resign dan cari tempat kerja lain. Sekarang Totti cukup fokus menjadi leader bagi timnya, baik di dalam atau luar lapangan.


Memang hanya di sektor penyerang sayap saja stok pemain bisa sangat dalam dan merata. Sektor bek sayap kiri, playmaker, dan penyerang lah yang riskan kedodoran jika salah satu ada yang cedera. Namun jika melihat formula yang terjadi saat bursa transfer musim ini mirip-mirip dengan 15 tahun lalu. Saat Roma yang kekurangan tenaga dalam mendobrak untuk merebut scudeto, datanglah Batistuta yang menjadi mesin gol. Apa déjà vu Batistuta dan Dzeko memiliki ending yang sama?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar