Jumat, 24 Juli 2015

Menilik Sabatini dan Pilihan Senjatanya

Walter Sabatini. Saya perlu mengucap terimakasih yang sangat banyak atas keberhasilannya mendatangkan Miralem Pjanic, Kevin Strootman, dan Radja Nainggolan plus mempertahankannya hingga saat ini. Saya tidak peduli dengan suara-suara sumbang bahwa Anda adalah seorang Laziale. Yang penting adalah Anda bekerja dengan baik. Namun memang Anda masih suka luput dalam menilai seorang ujung tombak.

Bisa kita katakan Pjanic, Strootman, Nainggolan, dan De Rossi adalah tongkat kokoh yang menunjang pisau diujungnya. Terkadang kekokohan mereka di lini tengah menjaga ball possession tidak diimbangi ketajaman pisau di lini serang. Pada awal tahun (lagi-lagi) tepatnya saat Piala Afrika berlangsung, Roma kehilangan staring. Membuat saya yang menonton pertandingannya, menjadi perapal banyak mantra demi sebuah gol! Buat apa kita mengayun-ayunkan tombak tanpa memiliki tusukan mematikan? Seperti melihat pasukan berkuda bersenjatakan ilmu taekwondo, Kotaro Minami yang lupa cara berubah menjadi Ksatria Baja Hitam, atau Indomie Goreng tanpa telur. Tidak mematikan.

Bisa dilihat dari jumlah gol Roma di awal tahun 2015 dibandingkan dengan di awal musim. 10 pertandingan awal musim, Roma berhasil membobol gawang lawan sebanyak 18 kali, sedangkan 10 pertandingan awal tahun, Roma hanya berhasil membobol gawang lawan sebanyak 12 kali. Jika ditarik menjadi 15 pertandingan maka perbandingannya akan melebar menjadi 30 : 17. Anomali ini juga terjadi musim lalu.


Mattia Destro dan Marco Borrielo lah bomber yang dimiliki Rudi Garcia sejak dua tahun lalu. Destro cukup berhasil di musim 2013-2014 dengan mengemas 13 gol. Tersubur di Roma kala itu. Namun di musim berikutnya, Destro hanya berhasil mengemas 4 gol (plus 3 gol di Milan karena dipinjamkan setengah musim). Bisa dimaklumi penurunan Destroyer ini karena cedera yang dialaminya saat awal musim. Tapi mungkin Sabatini melihat cedera Destro ini sudah seperti flu, tiap musim akan kambuh lagi.Sehingga dia masuk Transfer List musim ini. Padahal Destro adalah andalan saya di PES maupun FIFA, skill yang dimilikinya memang tidak wah. Tidak memiliki tendangan semematikan Baloteli, sundulannya pun tidak seberbahaya Klose, atau kecepatan dan dribelnya juga tidak lebih baik dari Higuain. Namun positioning-nya lah yang juara. Kemampuan "loh kok bisa ada dia disitu" lah yang bisa disandingkan dengan Inzagi. Tipikal striker licin. Tidak perlu skill tinggi yang penting bola akan saya masukkan ke gawang. Sayang jika harus melihatnya di klub italia lain.

Borrielo? Tampangnya yang keren ternyata tidak sekeren statistiknya. Padahal entah kenapa saya selalu merasa Borrielo salah satu striker yang bisa membuat defender lawan dedegan. Sundulannya bisa tiba-tiba muncul dan sangat bertenaga. Kemampuan fisiknya yang kuat ditambah tendangan kaki kirinya juga bisa membuat kepala pusing jika mendarat di jidat. Mungkin diusianya yang sudah mulai tua, ditambah gajinya yang mahal menjadi pertimbangan Sabatini untuk tidak mempertahankannya lama-lama. 3 musim dipinjamkan ke 3 klub berbeda, dan akhirnya musim ini permanen di Genoa. Semoga sukses penyerang andalan (di football manager).

Selain mereka berdua muncul Francesco Totti, Usia yang sudah 39 tahun ini apa masih etis untuk memberinya beban menjebol gawang setiap pekan? Walaupun gejala susah mencetak golnya belum muncul, bahkan sempat menjadi top skor klub di musim 2014-2015 dengan 11 gol, Totti tidak selayaknya diberi tumpuan seberat itu. Setidak sopan sarjana muda yang masih minta jajan papanya saja.

Habis Destro terbitlah Seydou Doumbia. Menarik jika melihat karir dari bomber asal Pantai Gading ini. Karir Profesionalnya berawal di J-League 2 bersama Kashiwa Reysol. Bakat Doumbia muda terendus oleh scout dari swiss, hingga akhirnya dia bisa menyandang predikat seorang bomber subur dengan mencetak 57 gol dari 78 pertandingan. Karirnya menanjak bersama CSKA Moskow. Bermain di Liga Champion berhasil melambungkan namanya di benua Eropa. Ditambah CV yang makin mentereng dengan capaian 84 gol dari 130 pertandingan. Tentu harapan besar ada dipundak Doumbia saat direkrut ke Roma. Tapi rekan senegara Gervinho ini masih terlalu canggung bermain di Serie A. 2 gol dalam setengah musim bukan hasil yang baik buat seorang striker.

Ada satu hal yang dilupakan Sabatini. Doumbia orang Afrika. "Saya butuh bomber! Mana bomber subur pesannan saya, Pak?" ujar Rudi Garcia awal tahun lalu. "Aduh! Masih main di Piala Afrika," Sabatini menutup mukanya. "Lah kok lali meneh toh pakde? Gervinho podo wae. Totti meneh yo aku ra penak, Pak." Garcia misuh-misuh.

Mungkin tadi pagi Garcia sudah mulai khawatir hingga mengirim pesan singkat ke Sabatini, "Pagi, Pak Sabatini. Pesanan saya sudah ready? Bomber, sudah mencetak lebih dari 100 gol, item gapapa, asal jangan Afrika. Trims."

"Maaf, mas. Mitrovic nggak jadi. Keduluan anak kampung sebelah. Dzeko, insya Alloh, Mas. Aku lagi lobi Pak James untuk nambah sangu. Kalo sulit nanti dicoba ke pasar loakan, Mas. Ada merk bagus tapi perawatan susah si Baloteli atau lawas lumayan si Berbatov?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar